Maha Guru Ching Hai: Ada seorang Guru. Dia sangat sempurna, 
yang paling agung. Satu hari dia berkata kepada salah seorang muridnya untuk 
mengambil dua buah kentang dan pergi dan memakannya. Dia menekankan 
berulang-ulang agar muridnya ini harus memakan dua kentang ini sekaligus. Maka 
murid ini mengambil dua buah kentang dari tangan Sang Guru, lalu pergi ke sungai, 
duduk dan mulai makan. Dia duduk di sana dan makan, sebuah kentang habis, 
kemudian dia mulai mengupas kentang kedua. Lalu datanglah pengemis yang sangat 
lapar, hampir mati. Berkata, "Tolonglah beri saya kentang itu karena Anda sudah 
makan satu dan saya tidak punya apa-apa sejak berhari-hari. Saya akan mati jika 
Anda tidak memberikan kentang itu." Lalu sekarang harus bagaimana? Anda berserah 
kepada Guru Anda atau Anda berserah kepada rasa kasih?
        "Jangan belajar dari penampilan luar seorang Guru saja"
        Zaman dahulu kala, ada seorang Guru tercerahkan yang 
        melatih murid-muridnya untuk menjadi bijaksana dan belajar bagaimana 
        menggunakan kebijaksanaan. Suatu hari, muridnya bertanya pada Guru ini, 
        "Guru, bagaimana caranya untuk menjadi seorang Guru Tercerahkan seperti 
        Anda?"
        Sang Guru menjawab, "Untuk menjadi seorang Guru 
        Tercerahkan, diperlukan beberapa kualitas. Pertama, kualitas toleransi, 
        dia harus bisa bertoleransi terhadap apa yang tidak dapat ditoleransi 
        oleh orang lain. Kedua, kemampuan mengamati, terus mengamati secara 
        detil, lagi dan lagi."
        Sang Guru kemudian menyuruh muridnya untuk pergi ke dapur 
        dan mengambil sebuah mangkok yang diisi dengan sampah, semakin bau, 
        semakin baik. Sang murid dengan ragu menuruti perintah Sang Guru dengan 
        penuh pertanyaan dalam benaknya.
        Setelah murid itu kembali dengan semangkok sampah, Sang 
        Guru mencicipi sampah itu dengan jari dan meminta muridnya untuk 
        melakukan hal yang sama, yang kemudian diikuti oleh murid itu dengan 
        susah payah.
        Sang Guru kemudian berkata, "Kamu lulus ujian pertama 
        yaitu kualitas toleransi, kamu dapat menahan bau dan kotor seperti itu. 
        Sungguh, kamu punya kemampuan toleransi yang baik. Tapi yang kedua, 
        kemampuan mengamati, kamu tidak lulus, karena kamu kurang kemampuan 
        mengamati."
        Lalu sang murid berkata, "Tapi kami telah melakukannya 
        Guru. Kami melakukan persis sama dengan yang Anda lakukan. Setidaknya 
        kami mencoba yang terbaik untuk menelannya."
        "Tidak, tidak, tidak. Kamu hanya melihat penampilan 
        luarnya saja tanpa mengamati detil yang halus. Sebenarnya saya 
        menggunakan jari ini untuk dimasukkan ke mangkok tapi menggunakan jari 
        yang lain saat memasukannya ke mulut. Ini bukan tipuan. Kalian sendiri 
        yang tidak mengamati. Kalian tidak mengamati sampai detil." kata Guru 
        itu.
        Lalu sang murid berkata, "Guru, kami akui kekurangan ini, 
        kami pikir asalkan kami meniru penampilan luar Guru itu sudah cukup. 
        Sebenarnya, ini memerlukan pengamatan yang teliti. Tidak heran Anda 
        berkata hanya dengan kualitas ini seseorang bisa maju jauh lebih cepat 
        dalam latihan rohani."
        Setiap orang punya bakat kreatif sejak lahir untuk membuat 
        sesuatu menurut nilai seni mereka dan kemampuan kreativitas. Kita tidak 
        perlu meniru orang lain termasuk Buddha, Guru atau pembesar agama lain. 
        Mereka sama sekali tidak sama satu sama lain. Kita tidak perlu meniru 
        Guru. Singkatnya, cobalah menjadi diri sendiri dan tidak meniru orang 
        lain hanya dari penampilan luarnya saja.
        "Dua kentang"
        Jaman dahulu kala, ada seorang murid yang sangat 
        menghormati Gurunya dan berlatih dengan tekun. Dia tahu bahwa Gurunya 
        sangat sempurna dan agung. Setiap kata yang diucapkan Gurunya punya arti 
        khusus. Dia harus mengikuti setiap kata yang diucapkan oleh Gurunya.
        Satu hari, murid-murid sedang membersihkan halaman dan 
        Guru itu memanggilnya masuk ke ruangan... "Hilanglah burung-burung yang 
        melayang tinggi, Menembus awan sendirian, melayang dengan bebasnya."
        Sang Guru memanggil muridnya, "Ke sinilah, ini ada dua 
        kentang untukmu. Ingat, kamu harus memakan kedua kentang ini." Sang 
        murid menerima sambil berkata, "Ya Terima kasih Guru. Tetapi apakah Anda 
        tidak menyisakan satu untuk Anda?"
        "Tidak, tidak perlu. Ingatlah, kedua kentang ini sangatlah 
        penting. Kamu harus memakan semuanya. Mengerti? Pergi habiskan. Ingat, 
        makanlah keduanya." kata Gurunya.
        Sang murid kemudian berpikir, "Aneh. Kenapa Guru ingin 
        saya memakan kedua kentang ini? Sebenarnya tiga atau empat tidak masalah. 
        Mungkin...." Sang murid terus berpikir seperti itu di jalan dan 
        tiba-tiba ia bertemu dengan seorang pengemis dan menyapa, "Ibu tua, ada 
        apa denganmu?"
        Pengemis itu menjawab, "Saya haus, sangat lapar. Saya... 
        saya telah berjalan jauh dan tidak makan selama berhari-hari. Tolonglah, 
        orang yang baik hati, engkau adalah Orang Suci. Mohon berilah saya 
        sesuatu untuk dimakan. Saya kelaparan hampir mati... Mohon, saya minta 
        padamu... Tolong beri saya makanan. Jika tidak maka saya... saya..."
        Setelah mendengar permohonan dari ibu itu, sang murid 
        tersentuh dan berpikir, "Ah, betapa sulitnya! Guru ingin agar saya 
        menghabiskan kedua kentang ini. Tapi Guru juga mengajarkan saya untuk 
        penuh kasih dan selalu berbagi dengan orang lain, saya tidak tahan 
        melihat betapa malangnya dia. Jadi..."
        Lalu sang murid memutuskan untuk memberikan kentang kedua 
        kepada ibu tua itu dan kemudian pulang menemui Sang Guru dan berkata, 
        "Guru, saya sudah makan kentang yang pertama. Tetapi saat saya ingin 
        makan kentang yang kedua, seorang pengemis datang meminta kentang itu 
        dari saya, dan mengatakan bahwa dia akan pingsan dan meminta saya 
        memberinya kentang itu lalu saya memberikan kentang itu kepadanya."
        Sang Guru kemudian mencerca, "Ah, kamu murid yang bodoh. 
        Saya dengan jelas menyuruhmu menghabiskan kedua kentang itu. Kenapa 
        tidak kau dengarkan? Kamu tahu betapa pentingnya kedua kentang ini 
        untukmu? Kentang pertama adalah berkah kekuasaan dan kekayaan duniawi, 
        kesuksesan dan ketenaran. Sedangkan kentang kedua mengandung kekuatan 
        berkah pencerahan tinggi yang akan membimbingmu kepada pencerahan paling 
        tinggi dan sempurna. Aapa kamu menyadarinya? Apa kamu kira itu hanyalah 
        hal sederhana? Apa kamu bisa mengatur dan tahu segalanya? Mungkin inilah 
        takdirmu dimana kamu tidak bisa mendapatkan pencerahan, saya merasa 
        kasihan kepadamu."
        Kita sering mengira bahwa kita tidak punya ego. Tetapi 
        kenyataannya tidaklah sesederhana itu. Kita memiliki terlalu banyak 
        konsep praduga, jadi sebagian besar pikiran orang adalah kabur. Kita 
        berpikir bahwa kita telah melihatnya, namun kita tidak sungguh-sungguh 
        melihatnya. Kita pikir kita memahaminya tapi sebenarnya tidak. Ilusi di 
        dunia ini sungguh luar biasa. Pekerjaan Maya sangat luar biasa.
        Setelah itu, sang murid menjalani kehidupan duniawi dan 
        meraih peringkat pertama dalam ujian negara. Dan dia kembali ke 
        kampungnya dengan kebanggaan dan menikmati ketenaran dan kebangsawanan. 
        Dia punya banyak pelayan yang melayaninya.
        Sebenarnya, si murid bisa memberitahunya bahwa kentang ini  
        tak bisa diberikan kepadamu karena perintah Guru. Tunggu sebentar. Akan 
        kubawakan semangkuk bubur nasi untukmu. Bukankah ini lebih baik?
        Selama ceramah tahun 1989 di Brazil, Maha Guru Ching Hai 
        menjelaskan makna spiritual dari cerita kedua kentang ini. 
        Maha Guru Ching Hai: Kita pikir sangat mudah untuk 
        mengikuti seorang Guru. Tidak, tidaklah mudah. Walau untuk memakan dua 
        kentang kalian bisa kena masalah. Jadi bahkan sangat sulit melakukan 
        tugas apa pun. Ya, karena kita punya begitu banyak konsep gagasan. Kita 
        punya banyak prasangka. Mereka merintangi jalan kita.
        Karena kita pikir, "Tidak. Saya tahu itu. Ibuku juga 
        berkata begitu, guruku di sekolah juga berkata begitu, pendetaku di 
        gereja juga berkata begitu." Jadi yang kita lakukan berlawanan dengan 
        yang Guru ingin agar kita lakukan. Luar biasa hebatnya, ilusi dari dunia 
        ini yang menipu kita untuk mempercayai apa pun yang seharusnya tidak 
        kita percayai. Dan kita ikuti dengan penuh keyakinan, dengan baik dan 
        dengan patuh sampai ada seseorang yang tersadarkan, tercerahkan datang 
        dan menyadarkan kita dari ilusi ini.