Lao Tzu lahir di Kerajaan Chu, 
        yang sekarang adalah Kabupaten Lu di Provinsi Henan, China. Dia tinggal 
        di China antara abad ke-6 dan ke-4 Sebelum Masehi dan merupakan Juru 
        Arsip Kerajaan untuk Dinasti Zhou.
        Lao Tzu telah dikenal secara luas 
        sebagai 
        seorang guru hidup yang tercerahkan dan seorang filsuf. Dengan berkembangnya Taoisme pada abad ke-2 Masehi, 
        ia juga terus 
        disembah sebagai dewa utama dan seorang 
        guru masa lalu dalam tradisi monastik Taoisme.
        Profesor Lin An Wu di National 
        Normal University dan Direktur Institut Agama dan Kebudayaan di Tzu Chi 
        University berbagi wawasannya dengan kita tentang Lao Tzu.
        Profesor Lin (L):  Ada tiga 
        orang yang dicatat oleh Sima Qian sebagai Lao Tzu dalam kitabnya, 
        “Catatan Sejarawan Agung”. Yang satu disebut Taishidan, seorang lainnya 
        bernama Lao Lai Tzu, dan yang terakhir bernama Li Er, juga dipanggil Lao 
        Dan. Secara umum, jika orang berbicara tentang Lao Tzu saat ini, mereka 
        umumnya merujuk ke Lao Dan dengan nama depan Er dan nama belakang Li.
        PEMBAWA ACARA: Sebagai guru masa 
        lalu, Lao Tzu atau Lao Jun seperti yang disebut dalam Taoisme, adalah 
        salah satu dari Trinitas yang berperingkat tertinggi setelah Tuhan dalam 
        dunia spiritual. Bapak Chen Wen Bin, Pemandu di Kelenteng Shing Shiu di 
        Formosa (Taiwan) memberikan kita penjelasan lebih detil.
        Bpk. Chen Wen Bin (L): Trinitas 
        dalam Taoisme adalah tiga dewa tingkat tinggi. Mereka adalah Dewa Harta, 
        Dewa Asal Mula, dan Dewa Kebajikan. Mereka adalah Trinitas dalam Taoisme. 
        Mereka memiliki tingkat spiritual sangat tinggi, hanya di bawah Kaisar 
        Yu di Surga. 
        PEMBAWA ACARA: Setelah bertugas 
        di istana Zhou selama hampir 100 tahun, Lao Tzu mengundurkan diri dan 
        naik ke atas punggung kerbau hitam dan pergi ke arah barat. Di Pintu Gerbang 
        Hsien-ku, atas permintaan penjaganya, guru bijak tersebut menuliskan Tao 
        Te Ching yang berjumlah 5.000 kata, yang tetap menjadi maha karya dalam 
        filsafat China dan merupakan kitab suci Taoisme.
        Profesor Lin (L):
 Tao adalah asal mula Surga, Bumi, manusia, dan segala sesuatu. Ia
adalah sumber dan ruang darimana Surga dan Bumi berasal. Kita
menyebutnya “Tao”. Bagaimana dengan “Te”? Te adalah sifat asal dari
segala sesuatu. Dari sumber ini, sifat asal menjelma. Jadi, Tao adalah
asal mula, keseluruhan. Dan Te adalah sifat batin. Ini adalah apa yang
disampaikan Tao Te Ching. Yang kita sebut “Tao Te” atau kebajikan yang
tidak pernah diwajibkan atau dipaksakan. Itu adalah keadaan yang alami,
yang “diciptakan oleh Tao, dipelihara oleh Te”. Itu adalah pengolahan
batin yang berkembang. Kita perlu menyadarinya.
        PEMBAWA ACARA: Sepanjang 
        hidupnya, Lao Tzu secara pribadi juga mengajarkan orang cara bersatu 
        kembali dengan Tao atau asal sejati dari alam semesta.
        Profesor Lin (L):  Tao dapat 
        memiliki berbagai nama. Ia bisa disebut Surga, Dewa, atau Tuhan. Secara 
        ringkas, ajaran Lao Tzu bersifat universal dan satu-satunya sumber dari 
        Surga, Bumi, manusia, saya sebagai individu, dan semua Ciptaan. Dalam 
        tradisi budaya kami, kami percaya bahwa Surga, Bumi, manusia, saya 
        sebagai individu, dan semua Ciptaan adalah unit tak terpisahkan.
        Ada 
        kehidupan dan ritme pertumbuhan dalam unit ini. Dan jika Anda ingin 
        menjadi bagian dari ritme ini, Anda harus membentuk hubungan yang layak 
        dan harmonis dengannya. Dalam harmoni seperti itu, Anda akan mengalami 
        keadaan diri yang benar-benar mencapai yang Lao Tzu sebut “hidup dalam 
        keabadian”. 
        Jadi, dalam tradisi budaya 
        China, arti kata “Tao” sangat luas. Kita sebut semua itu Tao, tanpa 
        membeda-bedakan antara aliran pemikiran, jika ia berkaitan dengan 
        kebenaran, atau kearifan, atau asal mula Surga dan Bumi, manusia, dan 
        saya sebagai individu, dan segala sesuatu, atau jika ia mencari realitas.
        PEMBAWA ACARA: Welas asih ini 
        dipandang dalam praktik monastik sebagai intisari dunia Ilahi. Kelenteng 
        Tao tidak mengizinkan daging makhluk hidup menodai altar suci mereka dan 
        membuat sedih hati para dewa. 
        Bpk. Chen Wen Bin (L):
Pendiri kelenteng kami Guru Xuan Kong telah menyatakan bahwa semua dewa
itu welas asih. Mereka tidak ingin kita menyakiti makhluk lain sebagai
ganti kedamaian dan keselamatan yang kita doakan bagi diri kita
sendiri. Jadi, di kelenteng kami, Anda tidak akan melihat produk hewani
apapun di atas altar. Kami mendorong para pengikut untuk
mempersembahkan kue, buah-buahan, dan bunga. Saya yakin para dewa akan
senang dengan ini.
        PEMBAWA ACARA: Juga jelas bagi 
        cendekiawan masa kini bahwa memelihara hubungan yang dekat dengan Tao 
        adalah satu-satunya cara manusia dapat mencegah bencana besar pada 
        lingkungan. 
        Profesor Lin (L): Taoisme 
        seperti udara, air, atau matahari. Matahari, udara, dan air ada di 
        mana-mana. Jika semua berjalan baik, tampak sangat alami, jadi Anda 
        takkan merasakan betapa pentingnya itu. Anda mungkin berpikir mereka 
        dapat diabaikan. Tapi mereka mungkin menjadi yang terpenting. Dunia 
        tidak dapat bertahan tanpa matahari, udara, atau air.
        Manusia dalam seratus atau dua 
        ratus tahun ini telah banyak menipiskan sumber 
        daya alam. Terlalu banyak. Alam tidak dapat memulihkan dirinya. Air kita 
        memiliki masalah, udara kita memiliki masalah, matahari memiliki masalah. 
        Ini sangat serius. Jadi, di bawah situasi ini ke dalam abad ke-21, 
        pemikiran Lao Tzu masih sangat penting. Karena ia terus memberi tahu 
        kita bahwa manusia hidup antara Surga dan Bumi, dan hidup di antara 
        semua Ciptaan. Tanpa Surga dan Bumi dan semua Ciptaan, bagaimana bisa 
        ada manusia?