Antara Guru dan Murid
 
Sebuah Cerita Sufi: Orang Suci dan Pendosa   

Maha Guru Ching Hai: Ini adalah sebuah buku dari Idries Shah. Apa arti “Shah”?

Inisiat: Itu berarti raja.

Maha Guru Ching Hai: Ini adalah sebuah kisah dari Iran, menurut saya. Saya amat menyukai kisah Sufi karena mereka mempunyai banyak cerita, bukan hanya berbicara, ceramah, tetapi juga cerita dan Anda bisa bercerita kepada wanita dan anak-anak; semua orang suka. Mari kita mulai dengan kisah ini yang berjudul “Orang Suci dan Orang Berdosa”. Sebuah kisah yang amat bagus. Saya suka. Buku ini berjudul, “Kebijaksanaan Orang Idiot”. Ini adalah buku yang amat jenaka. Saya rasa mereka juga memperolok-olok diri mereka, para orang suci, menyebut diri mereka idiot. Lao Tzu juga mengatakan itu, Anda tahu? Dia berkata bahwa orang bijak akan nampak seperti orang idiot.

Suatu ketika seorang fakir yang berbakti yang percaya bahwa merupakan tugasnya untuk memperbaiki para pendosa, orang-orang yang melakukan hal-hal buruk di dunia ini. Dia berpikir dia amatlah suci. Dia adalah seorang fakir (darwis). Fakir adalah salah satu tradisi Muslim. Kaum fakir, mereka banyak menari, mereka adalah orang-orang yang bahagia. Pada waktu itu, kita masih memiliki Guru yang baik. Mungkin Anda masih punya sekarang. Sangat sulit untuk menemukan Guru tercerahkan. Bahkan juga sangat sulit untuk menemukan fakir tercerahkan. Orang ini adalah seorang fakir dan dia berpikir dia sangat tercerahkan, sangat suci. Jadi, dia menugaskan dirinya untuk mencela orang-orang yang berbuat tidak baik menurut standarnya. Dan dia juga ingin mengajarkan kepada mereka ide-ide spiritual, menyalahkan mereka atas kekeliruan yang mereka lakukan, dan memberitahu mereka apa yang harus mereka lakukan, orang yang suka turut campur. Anda suka pakaian saya?

Inisiat: Ya!

Maha Guru Ching Hai: Jadilah Vegetarian (Be Veg), Bertindaklah Hijau (Go Green). Selamatkan Bumi (Save the Planet), dan bervegetarian. Sekarang semua yang baru seperti itu. Anda juga bisa melakukan itu. Anda mengecatnya, atau menempelkannya.

Jadi, dia percaya bahwa jika dia mengajari mereka hal keliru yang sedang mereka lakukan, memberitahu mereka untuk tidak melakukannya, dan memberitahu mereka hal yang benar, maka mereka akan menemukan kebenaran dan jalur yang benar.

Tetapi, dalam buku ini, pengarang menuliskan bahwa: “Fakir ini, bagaimanapun juga, tidak mengetahui bahwa seorang pengajar tidak hanya orang yang memberitahu orang lain untuk bertindak melakukan sesuatu lewat konsep-konsep tertentu, melainkan juga harus mengetahui situasi terdalam.” Situasi terdalam dari dirinya sendiri dan juga dari orang yang ingin dia ajari. Tetapi fakir ini tidak tahu. Karena maksudnya, jika Anda tidak mengetahui itu, maka Anda mungkin menderita efek yang sebaliknya Bukannya menginginkannya menjadi baik dan positif, jika dia tidak mengetahui situasi terdalam, mungkin bukan koneksi batin dengan Tuhan, mungkin, atau bukan koneksi batin dari orang yang ingin dia cela, maka efek tersebut tak akan seperti yang dia inginkan. Tapi, mungkin kebalikannya. Itulah yang ingin disampaikan buku ini pada kita. Tetapi, tentu saja, dia tidak mengetahui semua ini.

Jadi, karena hal itu, suatu hari dia sendiri telah menemukan seorang korban. Dia menemukan seseorang yang ketagihan berjudi. Mempertaruhkan uang dan ingin memperoleh banyak, tetapi kebanyakan kalah. Jadi, yang disebut “fakir suci”ini menugasi dirinya, pekerjaan untuk mengobati kebiasaan pria ini. Maka, setiap hari si pendosa, penjudi, meninggalkan rumahnya pergi ke kasino – fakir itu sudah menanti di luar rumahnya – setiap kali dia pergi ke kasino untuk berjudi, fakir itu menaruh sebuah batu di depan rumahnya. Jadi, setiap kali fakir itu menandai seperti itu.

Fakir itu bermaksud agar penjudi itu diingatkan akan dosa buruknya, dengan begitu dia tidak bisa melupakan bahwa dia adalah seorang pendosa setiap hari. Berharap bahwa suatu hari dia akan menyembuhkan dirinya. Maka, penjudi itu, setiap kali meninggalkan rumahnya dan pergi ke kasino, dia merasa amat, amat bersalah. Dan setiap kali dia pulang, dia melihat batu lain di tumpukan batu di luar rumahnya.

Apakah Anda pernah melihat batu-batu menumpuk di atas masing-masing batu? Orang Tibet sering melakukan itu. Mungkin itu kisah yang serupa. Mungkin orang-orang yang pergi berziarah meletakkan batu di sana untuk dosa tetangganya atau sesuatu. Atau mungkin dosa dirinya.

Dalam tradisi kuno, ada seorang wanita China, ia juga menyembuhkan dirinya dengan cara ini. Kapan pun dia melakukan hal yang keliru, dia meletakkan kacang hitam dalam botol di sebelah kiri; dan kapan pun ia melakukan hal baik ia memasukkan kacang putih dalam botol di sebelah kanan. Jadi, dengan begitu ia tahu berapa banyak hal baik yang ia lakukan dan berapa banyak hal buruk yang ia lakukan. Dan perlahan-lahan, pelan-pelan lebih banyak putih dari hitam.

Jadi, ada dua orang yang terlibat di sini. Si penjudi, setiap kali dia melewati batu tersebut, dia merasa buruk, bersalah. Dan si fakir yang meletakkan batu di sana, merasa sangat marah dan lebih kesal terhadap penjudi itu, sepertinya dia tidak berubah! “Hari ini saya tetap harus menaruh batu lain untuknya.” Dan dia sangat marah, perasaan yang negatif. Benar-benar suka turut campur. Pulang ke rumah bermeditasi, mungkin lebih baik baginya. Tetapi tidak, dia menunggu di depan rumah itu seharian, sehingga bisa melihat penjudi itu datang dan pergi. Karena pria itu tidak selalu pergi pada waktu yang tetap, saya pikir tidak. Judi tidak seperti sebuah pekerjaan, bukan? Bukan seperti Anda masuk kerja dari pukul 8 dan pulang kerja pukul 5. Tidak. Jadi fakir tersebut harus berdiri di depan rumah pria penjudi itu atau duduk di depan rumahnya sepanjang hari, menunggu hingga dia pergi, menunggu hingga dia pulang. Oleh karena itu, tentu saja, dia juga marah. Duduk dalam cuaca dingin seperti itu, menunggu di luar. Bukan hanya dia merasa marah kepada si penjudi, tetapi juga karena dia merasakan suatu perasaan senang! Karena dia mencatat dosa orang lain, merasa bahwa dia amat baik, amat suci dan orang itu amat berdosa dan dia sedang melakukan pekerjaan yang benar, mencatat tindakan berdosa dari orang lain dan dia juga merasakan kesenangan. Marah kepada penjudi itu, tetapi merasa baik tentang dirinya sendiri, bangga.

Bisnis batu itu berlangsung selama 20 tahun! Mereka berdua sangat, sangat gigih. Yang satu sangat gigih dalam berjudi dan yang satunya gigih dalam mencatat kebiasaan si penjudi. Jika kalian begitu gigih seperti itu, kalian akan segera menjadi Buddha. Sekarang si penjudi, tiap kali dia melewati batu-batu tersebut, dia memikirkan tentang dirinya. Dia berpikir mengenai bagaimana dia bisa mengubah kebiasaannya, mengubah hidupnya dan menjadi lebih baik. Tetapi, dia berpikir mengenai dirinya sendiri bahwa dia adalah orang yang berdosa. Dia amat buruk. Dia bahkan tidak memahami kebaikan. Dia berharap bahwa dia bisa memahami kebaikan. Lalu dia merasa bahwa orang suci di sana itu, betapa baiknya dia dalam bekerja demi penebusannya, demi dosanya. Dan dia selalu berpikir: “Tidakkah akan lebih baik, betapa baiknya jika saya menjadi seperti dirinya.” Seperti si fakir suci itu. “Tapi saya bahkan tidak merasa bahwa saya bisa bertobat. Saya bahkan tak bisa bertobat dan mengubah hidup saya, apalagi menjadi seperti dirinya. Karena tempatnya – maksudnya tempat fakir itu – sungguh tinggi, tinggi, tinggi, tinggi di Surga dimana saya tidak pernah bermimpi untuk bisa menyentuh kakinya! Dan dia pastilah yang terpilih di antara orang-orang suci pilihan di Surga. Jika dia meninggalkan dunia ini setelah meninggal, si fakir pastilah akan duduk di antara orang-orang pilihan di surga.” Dia memikirkan semua kebaikan tentang fakir itu dan merasa malu pada dirinya sendiri setiap hari, tapi terus saja melakukannya, karena dia semacam terdorong untuk berjudi. Ketagihan. Tak bisa berhenti.

Ada orang yang tak bisa berhenti, itulah yang mereka katakan. Tetapi, dia merasa bersalah selama 20 tahun, bisakah Anda bayangkan? Tetapi, setidaknya dia merasakan kebaikan dari fakir tersebut, jadi itu adalah gabungan perasaan. Dia merasakan hal baik mengenai fakir itu dan merasa bersalah mengenai dirinya. Dia merasa seperti dia tidak pernah bisa mengubah jalan hidupnya dan merasa, “Oh, fakir itu benar-benar amat suci bekerja demi kepentingan penebusannya.”

Orang, yang disebut orang suci itu berpikir dan orang yang lainnya, si pendosa itu berpikir, mereka berdua berpikir. Sekarang kita akan melihat apa yang Surga lakukan. Suatu hari, kebetulan terjadi bencana alam di daerah tersebut dan kedua pria itu mati pada saat yang bersamaan. Dan keduanya menghadap malaikat. Malaikat kematian datang. Dan malaikat itu berkata kepada si pendosa, penjudi itu, dengan amat lembut dan penuh kasih, “Kamu ikut bersama saya ke Surga.” Maka si penjudi amat, amat terkejut dan berkata, “Bagaimana bisa? Anda pastilah keliru. Saya adalah seorang pendosa. Saya seharusnya ke neraka. Anda mencari orang yang berbakti ini, saya rasa, si fakir. Dia ada di sini. Bukan saya. Orang itu, yang selalu duduk di seberang rumah saya, yang berupaya untuk mengubah diri saya selama 2 dekade. Jadi, itulah orang yang Anda cari.” Maka malaikat itu berkata, “Orang yang berbakti? Fakir itu? Tidak, tidak, tidak. Ia akan dibawa ke tempat yang lebih rendah karena ia harus dipanggang di atas alat panggangan.” Maka penjudi itu tidak bisa menahannya lagi. Ia berteriak. Ia berkata, “Keadilan macam apa ini?” Ia lupa akan takdirnya sendiri. Ia berkata, “Anda pastilah telah salah memahami instruksi itu. Itu adalah kebalikannya.” Maka malaikat itu berkata, “Tidak, tidak, tidak seperti itu. Tidak demikian. Akan saya jelaskan kepada Anda.

Karena pengabdi itu telah mengagungkan diri sendiri selama 20 tahun dengan perasaan keunggulan dan pahala. Sekarang adalah gilirannya untuk menyeimbangkannya. Ia benar-benar menempatkan batu-batu di atas tumpukan itu untuk diri sendiri dan bukan untuk Anda.” Apa artinya untuk diri sendiri? Yaitu merasa bangga, memiliki sesuatu untuk dilakukan karena ia tidak memiliki apa pun untuk dilakukan. Dan penjudi itu, tetap di sisinya, bertanya-tanya, “Tetapi, apakah yang telah saya lakukan sehingga mendapat imbalan Surga?” Maka malaikat itu berkata, “Anda akan diberi imbalan karena setiap kali Anda melewati fakir itu, Anda pertama-tama memikirkan tentang kebaikan, dan yang kedua adalah tentang fakir itu! Kebaikanlah, dan bukannya pria itu yang memberi imbalan atas kesetiaan Anda.” Ini adalah suatu kisah yang amat bagus.

Menurut kalian, mengapa fakir itu di hukum dan yang disebut sebagai pendosa itu diberi imbalan?

Inisiat 1: Karena fakir itu memfokuskan pada sesuatu yang negatif, tetapi penjudi itu sebenarnya memfokuskan pada hal yang positif di dalam batin.

Maha Guru Ching HaMai: Itu benar, itu benar.

Inisiat 2: Fakir itu amatlah bangga terhadap diri sendiri karena menjadi seseorang yang baik.

Maha Guru Ching Hai: Benar, benar. Kenyataannya, ia...

Inisiat 2: Ia tidak.

Maha Guru Ching Hai: ...tidak terlalu baik, benar. Duduk di depan rumahnya sepanjang hari hanya untuk berfokus pada hal-hal yang negatif. Karena inilah sehingga kita memiliki 3 kera. Agar tidak melihat, tidak berbicara, tidak mendengar. Karena itu Alkitab juga berkata, “Janganlah menghakimi agar kalian tidak dihakimi.” Apa pun yang kita pikirkan, akan kita peroleh. Itulah masalahnya.

Jadi sekarang, penjudi itu juga amat buruk. Jika ia tidak berjudi, maka fakir itu tidak akan harus berfokus pada kualitasnya yang buruk. Tapi yang ini bukan penilaian yang amat tinggi, ingatlah itu. Ini mungkin hanyalah hukum dari Raja Karma, atau mungkin hanya surga tingkat astral dan neraka tingkat astral. Penilaian yang lebih tinggi, saya tidak yakin apakah itu. Jika pria itu tidak berjudi selama 20 tahun, atau berubah dan mengubah kebiasaan buruknya maka sang fakir akan lebih sedikit berfokus pada hal negatif. Ya, ya. Itu juga bagus bahwa ia telah dikoreksi. Karena menugaskan dirinya untuk pergi mencela orang. Jika penjudi itu tidak ada, ia mungkin akan pergi mencari orang lain yang melakukan hal yang lain, misalnya peminum alkohol, atau pengejar wanita atau apa pun yang mungkin.

Inisiat 3: Tidakkah motifnya amat buruk untuk mempertinggi diri sendiri dengan cara merendahkan orang lain? Tidakkah itu yang merupakan hal yang amat salah tentang apa yang ia lakukan?

Maha Guru Ching Hai: Mungkin juga demikian. Mungkin masalahnya adalah bahwa fakir itu sendiri tidak berlatih dengan baik. Dan menjadi seorang fakir, ia harus berfokus lebih banyak dalam pengembangan diri terlebih dahulu, sebelum ia bisa mengoreksi orang lain.
Karena itulah kita memiliki buku harian untuk kalian. Buku harian spiritual. Periksa diri kalian sendiri setiap hari dan jangan memeriksa diri orang lain. Kita tidak pernah tahu seberapa banyak kita meningkat. Kita tidak pernah tahu seberapa murni diri kita, maka kita bahkan tidak boleh menghakimi orang lain.
Mungkin ia berusaha untuk merendahkan orang lain karena ia tidak begitu baik.

Seseorang yang baik tidak akan duduk di depan rumah orang lain dan mengendus urusan orang itu, tidak peduli seberapa buruk, seberapa baik, dan terus melakukan hal semacam ini. Ia merasa dirinya lebih unggul. Tapi ini juga adalah pelajaran bagi kita bahwa seharusnya kita tidak pernah melakukan hal buruk apa pun bahkan yang menyebabkan orang lain berpikir secara negatif tentang kita. Karena itu, kita harus menjalani 5 prinsip moral (sila), agar kita tidak akan menjadi penyebab dari kesulitan atau karma buruk orang lain. Meskipun mungkin Surga menilai hal ini dengan benar tentang sang fakir, tetapi jika seandainya di seluruh daerah di dalam kota tempat tinggal fakir itu tidak ada orang yang melakukan hal-hal yang berdosa, maka sang fakir tak akan memiliki kesempatan untuk melakukan tingkah laku yang menghakimi atau dosa, atau tindakan yang menghakimi orang lain. Meskipun ia memiliki karakter semacam ini dalam dirinya, tetapi jika tidak ada pendosa di sekelilingnya, tak ada hal-hal negatif yang terjadi, maka ia tidak akan berfokus pada hal itu. Dan mungkin ia memiliki lebih banyak kesempatan untuk berfokus di dalam diri sendiri. Setidaknya, itu juga bukanlah suatu alasan yang baik bagi sang fakir yang seharusnya memandang ke dalam batin dan bukannya keluar.

Tetapi, mungkin kita bisa membuat alasan yang baik bagi sang fakir, mungkin karena pada saat itu ia hanyalah seorang fakir berdasarkan nama saja. Seperti halnya orang yang mendaftar untuk menjadi umat Kristen atau Buddha, tetapi mereka bahkan tidak mempraktikkan apa pun dari ajaran umat Kristen, bahkan tidak mengetahuinya. Mereka bahkan tidak membaca Alkitab. Maka mereka bahkan tak tahu bahwa Alkitab memberitahukan agar kita tidak makan daging, “Janganlah berada di antara pemakan daging dan peminum arak”, bahkan tak berada di antara orang-orang itu apalagi jika kita sendiri yang makan daging dan minum anggur. Betapa jelasnya hal itu, tetapi berapa banyak orang yang membacanya dan berapa orang yang memahaminya?

Maka untuk menjadi seseorang, menjadi seseorang yang religius kita harus melatih doktrin keagamaan, jangan hanya dalam nama saja. Amat banyak yang hanya nama dan tidak nyata, hanya nama. Maka sang Guru di sini, yang menceritakan kisah ini ingin melukiskan bahwa; meski kita menyebut diri sendiri sebagai seorang fakir, tetapi jika kita tidak berlatih ajaran fakir, maka tidak berguna. Bahkan membuat diri kalian masuk neraka. Mungkin karena kalian hanya membaca ajaran fakir: agar tidak berjudi, tidak minum anggur, tidak melakukan itu, tidak melakukan ini. Kalian hanya membacanya lalu keluar dan memeriksa, siapa pun yang minum, siapa pun yang berjudi, “Oh, ini mengenaskan! Ini adalah ateis! Ini adalah buruk, maka kita harus memperbaiki mereka Kita harus menilai mereka, kita harus mengkritik mereka,” sesuatu seperti itu. Ini tidak bagus.

Jadi, sekarang kita telah tahu, kita seharusnya tidak berfokus pada kekurangan orang lain, meskipun benar atau tidak. Karena kadang-kadang mereka melakukan hal-hal yang buruk di luar namun di dalam batin mereka bertobat, dan selalu merendahkan diri mereka. Setidaknya mereka tidak bisa mengekang kecenderungan mereka, tetapi setidaknya mereka rendah hati, dan mereka mengingat Tuhan dan bertobat setiap hari atas apa yang mereka lakukan. Bertobat, melakukannya lagi, tapi bertobat lagi, setidaknya. Selalu berfokus pada Tuhan atau pada kebaikan, untuk bertobat. Karena jika kalian bertobat itu berarti kalian memikirkan Tuhan, kalian memikirkan sisi kebaikan.

Terdapat sebuah lelucon tentang pengemudi bus dan pendeta. Seorang Supir bus dan pendeta meninggal pada saat bersamaan dan pergi ke gerbang mutiara. Dan Santo Petrus memberikan supir bus itu sebuah rumah yang amat besar dan indah dengan UFO untuk berkeliling dan segalanya, kolam renang dan semua itu. Dan ia hanya memberikan pendeta itu rumah kayu kecil, tanpa fasilitas, tidak banyak. Maka sang pendeta berkata, “Tapi, pastilah ada kesalahan, sayalah seharusnya yang diberikan rumah yang besar serta semua fasilitas. Ia hanya seorang supir bus, saya adalah pelayan Tuhan. Saya membaktikan semua hidup saya, masa muda saya, segalanya dalam hidup saya, berbakti dalam masa hidup saya untuk melayani Tuhan. Mengapa Anda memberi saya rumah kayu kecil seperti ini dan memberi supir bus rumah besar semacam itu dengan UFO untuk berkeliling, bahkan kembali ke Bumi untuk berkunjung?” Hanya lelucon, saya tak tahu dengan pasti jika mereka memiliki UFO di atas sana. Saya tak tahu pasti jika mereka bahkan membutuhkan UFO.

Maka, Santo Petrus berkata, “Ya, Anda adalah pendeta tetapi setiap kali Anda memberikan ceramah di gereja, setiap orang tertidur. Dan kapan pun supir bus mengemudi bus setiap orang berdoa!” Wah, amatlah mengenaskan dihukum karena menimbun batu. Bisakah kalian bayangkan si pemasang batu-bata, apakah yang ia dapatkan, begitu banyak bata begitu banyak rumah? Hanya bergurau, kalian tahu, ya? Motiflah yang penting. Bahkan bukan hanya tindakan kalian. Wah, itu adalah sesuatu yang perlu direnungkan. Suatu kisah yang amat indah.


 
Cari di Semua Acara
 
 
Paling populer
 Dirk Schröder: Memperluas Batasan - Hidup Penuh Cahaya Bag.1/5
 Maha Guru Ching Hai dalam soal Lingkungan: Rahasia Venus Bag.1/14 29 Agustus 2009 Los Angeles, CA, AS
 Guru Jue Tong: Biarawati Waterian yang Menginspirasi Cina - Bag.1/5 (Dalam Bahasa Cina)
 Nun Shi Hongqing dari China: Breatharian selama Lebih dari 20 Tahun
 Jasmuheen: Avatar Menakjubkan Hidup Prana - Bag.1/5
 Yogi Surya Uma Shankar: Pesan dari Mahavatar Babaji - Bag.1/5 (Dalam Bahasa Hindi)
 Sebuah Pertemuan tentang Kecantikan - Bag.1/7 21 Januari 1996 Hsihu, Formosa (Taiwan) (Dalam Bahasa Formosa)
 Zinaida Baranova: Lebih dari satu Dekade Hidup dari Prana - Bag.1/4 (Dalam Bahasa Rusia)
 Hidup Tanpa Makanan: Oleg Maslow, Artis Rusia & Guru Kesadaran Pernafasan Bag.1/4 (Dalam Bahasa Rusia)
 Lampaui Kesulitan Hidup - Bagian 1 dari 9 31 Desember 1994 - 2 Januari 1995 Hsihu, Formosa (dalam bahasa China)